Pentingnya Kecakapan Literasi Menghadapi Revolusi Industri 4.0



Heraclitus, seorang filsuf Yunani yang hidup 26 abad yang lalu, mengatakan bahwa tidak ada yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri (Nothing endures but change). Begitupun dalam pola hidup manusia. Dari masa ke masa, perlahan tapi pasti, cepat atau lambat bergerak dan berubah.

Tiga puluh tahun yang lalu, kita atau  orangtua kita, mungkin tidak pernah menyangka bahwa kelak akan bisa melakukan komunikasi jarak jauh tanpa menggunakan kabel. Hingga akhirnya, ditemukanlah telepon genggam yang memungkinkan kita berdialog dengan seseorang di pulau lain.

Lalu, telepon genggam mulai berubah, berevolusi menjadi perangkat elektronik yang lebih cerdas, ia lantas menjadi telepon pintar yang bukan hanya mampu membuat orang berkomunikasi melalui suara, ia bahkan bisa membuat kita mampu berkomunikasi dengan melihat lawan bicara. Dalam perkembangannya, telepon pintar bukan lagi menjadi media komunikasi, ia juga menjadi media untuk melakukan berbagai kegiatan misalnya mencari informasi, menghitung, membayar tagihan, transportasi dan lain sebagainya.

Apakah evolusi telepon pintar hanya akan berhenti sebatas itu? Saya percaya tidak. Telepon pintar dan juga teknologi akan senantiasa berubah.

Kecakapan Literasi

Literasi bukan slogan atau gerakan tanpa dasar yang jelas. Gerakan ini hadir untuk merespon tuntutan zaman yang semakin bergerak dinamis. Negara-negara di dunia sudah bersiap menyambut kehadiran Revolusi Industri 4.0 dengan berbagai langkah. Termasuk negara Indonesia. Melalui Gerakan Literasi, negara ini bersiap untuk menyongsong Revolusi 4.0, agar tidak ketinggalan oleh negara lain.

Revolusi Industri 4.0 merupakan revolusi industri jilid 4, di mana teknologi dan internet menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Teknologi akan mengubah tradisi, budaya dan kebiasaan kita sehari-hari. Akan lahir kecerdasan-kecerdasan buatan yang kelak mampu mengggantikan tugas manusia.

Untuk itulah, sebagai generasi muda, sebagai pelajar, sekaligus sebagai millenial, tingkatkan kecakapan literasi kalian dengan sebaik-baiknya baik itu literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi finansial, literasi digital dan literasi budaya dan kewargaan.

Penguasaan literasi menjadi sangat penting agar kalian tidak gagap ketika revolusi industri 4.0 benar-benar tiba di hadapan kalian. Kalianlah yang nanti menjadi pelaku perubahan. Siapkah kalian menyambut Revolusi Industri 4.0 ?


Mengapa Kita Malas Membaca Buku ?



Di negara Amerika Serikat, rata-rata warganya yang berusia 18 tahun biasa menghabiskan membaca 11-20 buku dalam setahun. 

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, Puan Maharani pernah mengatakan,"Rata-rata orang Indonesia hanya membaca buku 3-4 kali per minggu, dengan durasi waktu membaca per hari rata-rata 30-59 menit. Sedangkan, jumlah buku yang ditamatkan per tahun rata-rata hanya 5-9 buku."

"Itu berdasarkan hasil penelitian perpustakaan nasional tahun 2017," kata Puan.


The World’s Most Literate Nations (WMLN) telah merilis hasil penelitian tentang minat baca negara-negara di dunia. Negara Indonesia berhasil meraih peringkat 60. Sebuah prestasi yang cukup membuat kita tersipu malu.

Rendahnya minat baca masyarakat Indonesia membuat kita bertanya-tanya, apa sebenarnya yang menyebabkan minat baca di negara ini begitu rendah? 

Mengapa kita malas membaca buku ?

1. Kita merasa belum membutuhkan buku
Hal ini benar adanya, sudah sejak bertahun-tahun yang lalu, masyarakat Indonesia hidup tenteram dan damai di tanah air yang gemah ripah loh jinawi. Saat itu tidak ada buku. Masyarakat tidak butuh buku untuk hidup sehari-hari. Lalu, muncullah pendidikan, ditandai dengan berdirinya gedung-gedung sekolah. Saat itulah anak-anak mulai mengenal huruf, dan mengenal angka. Buku hanya dibaca oleh kelompok pelajar. Sementara itu, kelompok masyarakat lain menganggap buku tidak dibutuhkan, sebab kehidupan sehari-hari tetap berjalan tanpa adanya buku.

2. Lemahnya tradisi membaca buku di keluarga dan masyarakat
Tradisi membaca buku tidak timbul begitu saja di kalangan masyarakat. Para guru boleh saja menyuruh para muridnya membaca buku, namun ketika anak-anak penerus generasi bangsa tersebut tiba di rumah, siapa yang akan mengawasi mereka? Mungkin orangtua. Akan tetapi jika orangtua hanya mengawasi tanpa memberi teladan membaca buku, jangan harap anak-anak tersebut bakal rajin membaca buku.

3. Harga buku yang Mahal
Harga buku memang mahal sebab ada banyak pihak yang terlibat dalam proses penerbitan buku. Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah maupun siapa saja yang terlibat dalam proses penerbitan buku untuk menghasilkan buku yang terjangkau oleh tangan masyarakat. Masyarakat saat ini menunggu hadirnya toko buku atau di berbagai pelosok daerah dengan harga yang terjangkau.

4. Kita menganggap bahwa membaca buku menghabiskan waktu.
Anggapan tersebu tidak sepenuhnya salah. Membaca buku memang menyita banyak waktu dalam kehidupan kita. Akan tetapi kita tidak boleh maklum dengan alasan tersebut, terutama bagi kalangan pelajar. Justru pelajar harus menghabiskan waktunya dengan membaca buku, setiap hari, setiap saat karena memang itulah tugas mereka.

5. Kurangnya Peran Pemerintah

Pemerintah merupakan pihak yang memiliki kekuatan untuk mengubah segala sesuatu di negara ini, termasuk mengubah dan menaikkan minat baca masyarat. Pemerintah bisa menerbitkan peraturan yang mendukung dan memaksa masyarakat untuk membaca buku.

6. Terbatasnya jumlah buku
Bukan hanya jumlah buku yang terbatas, melainkan juga jumlah jenis buku. Hal itu menyebabkan kita memiliki pilihan yang terbatas terhadap buku.

sumber :

https://nasional.kompas.com/read/2018/03/26/14432641/per-hari-rata-rata-orang-indonesia-hanya-baca-buku-kurang-dari-sejam

http://pustakawanjogja.blogspot.com/2016/03/peringkat-negara-literasi-di-dunia-no-1.html


5 Manfaat Menguasai Literasi Baca Tulis bagi Pelajar



Literasi baca tulis merupakan salah satu literasi dasar yang semestinya dikuasai setiap insan di negeri ini. Tidak heran, pada masa-masa awal mengenyam pendidikan di bangku sekolah dasar, guru akan sangat serius mengajari muridnya mengenal abjad. Setelah itu, dengan telaten, guru akan mengajari mereka menulis dan kemudian membaca.

Salah satu di antara enam literasi dasar yang perlu kita kuasai adalah literasi baca-tulis. Membaca dan menulis merupakan literasi yang dikenal paling awal dalam sejarah peradaban manusia. Keduanya tergolong literasi fungsional dan berguna besar dalam kehidupan sehari-hari.

Saat itu, mungkin saja kemampuan membaca buku pada setiap anak cenderung sama, namun seiring perjalanan waktu, kemampuan antar anak akan saling berbeda. Hal itu tentu saja tergantung pada intensitas anak membaca buku. Semakin sering anak membaca, semakin bagus pula kemampuannya untuk memahami kata-kata dan hasilnya, ia akan lebih mudah memahami pelajaran.[1]

Sayangnya, minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah. Berdasarkan data Perpustakaan Nasional tahun 2017, frekuensi membaca orang Indonesia rata-rata hanya tiga sampai empat kali per minggu. Sementara jumlah buku yang dibaca rata-rata hanya lima hingga sembilan buku per tahun. [2]

Minat baca masyarakat juga sangat rendah jika dibandingkan dengan minat baca Bambang Hartono, peraih medali perunggu cabang olahraga bridge, sekaligus pemilik PT. Djarum Kudus. "Saya dulu kalau mau berhasil sepekan bisa membaca lima judul. Satu hari di luar jam kerja minimal 200 halaman. Jadi tiga jam saya baca ", kata Bambang Hartono.[3]

Fakta tersebut mau tidak mau membuat pemerintah berupaya keras meningkatkan minat baca,  yaitu meningkatkan kemampuan literasi baca tulis manusia Indonesia. Sebab sumber daya manusia merupakan aset terbesar bagi bangsa untuk bersaing dengan orang asing. Untuk itulah perlu dipaparkan alasan tujuan dari literasi baca tulis. Penguasaan literasi baca tulis sangat penting dan bermanfaat dengan alasan antara lain.

1. Menguasai literasi baca tulis akan membuat para pelajar lebih mudah menguasai pelajaran. 
Semakin banyak kosakata yang mereka kuasai, semakin mudah mereka menyerap pelajaran. Kita bisa belajar dari tiga tokoh pahlawan yang gemar membaca buku sejak masih bersekolah. Para pahlawan itu menjadikan kegemaran membaca sejak masih bersekolah. Kita perlu salut dengat perjuangan mereka. Meskipun saat itu memperolah buku sangat sulit, namun dengan tekad kuat, mereka terus membaca, belajar dan belajar.

2. Menguasai literasi baca tulis menumbuhkan imajinasi. 
Pernahkah kalian menonton film semacam Superman, Spiderman, Ketika Cinta Bertasbih ? atau film apapun. Industri film berkembang pesat sedemikian rupa karena adanya imajinasi sang penulis, imajinasi sang sutradara. Begitupun karya sastra. Ronggeng Dukuh Paruk, Laskar Pelangi dan lain-lain adalah karya yang lahir dari imajinasi para penulis.

3. Menguasai literasi baca tulis melatih otak agar fokus. 
Di antara riuhnya informasi yang datang melalui sosial media, terkadang membuat kita tidak fokus. Untuk melatih agar otak kita fokus, cobalah untuk membaca buku, dengan serius tapi santai. Kita perlu meluangkan waktu khusus untuk membaca dengan tanpa gangguan gawai.

4. Menguasai literasi baca tulis membuat kita memiliki empati.
Rasa empati tumbuh berawal dari mengamati kemudian memahami. Membaca buku fiksi yang alur ceritanya terkadang membuat kita meneteskan air mata, bisa menumbuhkan rasa empati kita terhadap orang lain. Misalnya sebuah cerita fiksi yang menceritakan tentang kehidupan tokoh utama secara detail, mau tidak mau akan tergambar dalam benak kita bagaimana sosok tokoh tersebut lalu membandingkan dengan orang-orang di sekitar kita yang mengalami keadaan yang hampir sama misalnya miskin, sakit dan lain-lain.

5. Menguasai literasi baca tulis menjadi dasar menguasai literasi lainnya.
Ada enam literasi dasar yang disepakati oleh World Economic Forum pada tahun 2015, sementara literasi pertama yang harus dikuasai dengan baik adalah literasi baca tulis. Penguasaan literasi baca tulis yang baik akan membantu kita menguasi literasi lain.


referensi :

[1]http://gln.kemdikbud.go.id/glnsite/buku-literasi-baca-tulis/
[2] https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180326160959-282-285982/minat-baca-masyarakat-indonesia-masih-rendah
[3]https://sport.detik.com/g-sport/4161830/ini-hobi-orang-terkaya-ri-yang-juga-atlet-bridge-bambang-hartono



Tiga Tokoh Pahlawan Bangsa Ini Gemar Baca Buku, Siapa Saja Mereka ?



Hari Kemerdekaan yang kita peringati setiap tujuh belas agustus merupakan hari paling bersejarah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Proklamasi menjadi titik balik perjuangan bangsa Indonesia dari negara yang dijajah menjadi negara merdeka.

Kemerdekaan tersebut sejatinya diperjuangkan oleh anak bangsa sesuai dengan posisinya masing-masing. Ada yang berjuang melalui jalur diplomasi, ada yang berjuang dengan angkat senjata dan lain sebagainya.

Sejarah mencatat, bangsa ini telah berusaha melepaskan diri dari belenggu penjajahan sejak beratus-ratus tahun yang lalu, namun selalu mengalami kegagalan, bangsa penjajah terus menerus menginjak-injak martabat bangsa Indonesia.

Seiring perjalanan waktu, para putra bangsa mulai memikirkan cara perjuangan lain, yakni melalui diplomasi. Perjuangan diplomasi juta tak kalah melelahkan, para pemimpin bangsa ini harus menyejajarkan cara berpikir mereka dengan penjajah. Saat itulah, tokoh-tokoh bangsa ini giat mengumpulkan bahan-bahan untuk berdiplomasi. Ribuan buku pun mereka baca agar bisa mengusir penjajah.

Tiga tokoh pahlawan bangsa ini, merupakan contoh pahlawan bangsa yang sangat rajin membaca buku.

1.  Dr.(H.C.) Ir. H. Soekarno (6 Juni 1901 - 21 Juni 1970)

( sumber : http://duniasejutawarna.blogspot.com)

Siapa yang belum pernah mendengar nama tersebut ? saya yakin kalian pasti pernah mendengarnya. Beliau adalah proklamator, pemimpin besar revolusi dan pengukir sejarah bangsa ini. Kalian perlu tahu bahwa bung Karno adalah sosok yang sangat gemar membaca buku. Kegemaran Bung Karno tersebut sudah dimulai sejak masih sekolah.

Didorong oleh ego yang meluap-luap untuk bisa bersaing dengan siswa-siswa bule, maka Bung Karno sangat tekun membaca, dan sangat serius dalam belajar. Ketika belajar di HBS- Hoogere Burger School  Surabaya, dari 300 murid yang ada dan hanya 20 murid saja yang pribumi (satu di antaranya adalah Bung Karno) yang sulit menarik simpati teman-teman sekelas. Mereka memandang rendah kepada anak pribumi sebagai anak kampungan. Namun Bung Karno adalah murid yang hebat sehingga satu atau dua guru menaruh rasa simpati padanya. (sumber)

Kebiasaan membaca buku tersebut membuat Bung Karno membaca banyak literasi asing tentang berbagai hal mulai dari politik, pemerintahan, agama dan sebagainya. Semua pemikiran bangsa asing dipelajarinya mulai dari Demokrasi Amerika Serikat dengan tokoh-tokoh semacam Thomas Jefferson hingga segala hal tentang pembaruan Islam dengan tokohnya Jamaludin Al Afghani.

"Aku menyelam sama sekali ke dalam dunia kebatinan ini. Dan disana aku bertemu orang-orang besar. Buah pikiran mereka adalah buah pikiranku. Cita-cita mereaka adalah pendirian dasarku. Secara mental aku berbicara dengan Thomas Jefferson. Aku merasa dekat dan bersahabat dengan dia, karena dia berceritera kepadaku tentang Declaration of Independence yang ditulisnya di tahun 1776. Aku memperbincangkan persoalan George Washington dengan dia……”, (Penyambung Lidah Rakyat)

“Pada waktu muda-mudi yang lain menemukan kasihnya satu sama lain, aku mendekam dengan Das Capital" (Penyambung Lidah Rakyat)
Kegemaran bung Karno membaca buku juga tak surut meskipun beliau di penjara di Sukamiskin atau dibuang di tempat pengasingan.

2. Tan Malaka (2 Juni 1897 - 21 Februari 1949)



Mohammad Yamin menyebut Tan Malaka sebagai bapak Republik Indonesia sebab dialah yang mencetuskan istilah Republik Indonesia untuk pertama kali, bahkan sebelum Bung Karno-Hatta. Perjalanan hidup Tan Malaka, sebagaimana tokoh bangsa lainnya memang selalu takpernah mulus. Dibuang oleh Pemerintah Kolonial, menyebabkan ia harus meninggalkan Indonesia lalu singgah dari satu negara ke negara lainnya. Satu hal yang selalu dibawanya yakni buku.

"Ketika saya menjalankan pembuangan yang pertama, yaitu dari Indonesia, pada 22 Maret 1922, saya cukup diiringi oleh buku, walaupun tiada lebih dari satu peti besar. Disini ada buku-buku agama, Qur’an dan Kitab Suci Kristen, Budhisme, Confusianisme, Darwinisme, perkara ekonomi yang berdasar liberal, sosialistis......"(Madilog)
Mengunjungi toko buku adalah pekerjaan yang tetap dan dengan giat saya jalankan. Nafsu membeli buku baru, lebih-lebih yang berhubungan dengan ekonomi Asia, membikin kantong saya seperti boneka yang tiada berdaya apa-apa. (Madilog)

Sebagaimana Bung Karno yang juga memulai kegemaran membaca buku sejak pelajar, begitupun Tan Malaka, ia juga menggemari membaca buku sejak masih bersekolah agama Islam di Pandan Gadang, Suliki, Sumatera Barat. Dituturkan oleh Kamarudin, adiknya, Tan Malaka bahkan pernah hafal Alquran. (sumber)

“Selama toko buku ada, selama itu pustaka bisa dibentuk kembali. Kalau perlu dan memang perlu, pakaian dan makanan dikurangi.” (tan Malaka)

3. Dr.(HC) Drs. H. Mohammad Hatta



Bung Hatta merupakan salah satu proklamator yang sangat gemar membaca buku. Hal itu sudah tidak perlu diragukan lagi. Perpustakaan Bung Hatta menjadi saksi bisu bagaimana perjuangan Bung Hatta menyelami setiap isi buku agar bisa menjadi amunisi untuk melawan penjajah Belanda.

Ada satu bukti lagi bagaimana cintanya bung Hatta terhadap buku. Sosok bertubuh kecil berkacamata yang begitu khas tersebut bahkan memberikan mas kawin berupa buku berjudul Alam Pikiran Yunani kepada calon istrinya, Ibu Rachmi Rachim. Ini bahkan membuat ibunda Bung Hatta agak kurang setuju, namun bagaimana lagi, sang putra memang pencinta buku.

Sampai-sampai beredar anekdot: istri utama Hatta sesungguhnya adalah buku, istri kedua Hatta adalah buku, dan istrinya yang ketiga adalah Rahmi Hatta (Hatta, Jejak yang Melampaui zaman)

Buku yang paling diminati Hatta adalah buku ekonomi, yang koleksinya meliputi buku tentang ekonomi sosialis, komunis hingga kapitalis dari Belanda sampai Cina.

Namun ia juga berminat pada hukum, hubungan internasional, sejarah, biografi, dan sosial.

"Beliau sangat menghormati Mahatma Gandhi. Ada satu rak untuk menyimpan buku-buku khusus tentang Gandhi," tambah Meutia. (sumber)

Perihal kebiasaan membaca buku, lagi-lagi kebiasaan tersebut (sebagaimana Bung Karno dan Tan Malaka) diperoleh Bung Hatta sejak masih bersekolah. Masa-masa sekolah bagi Bung Hatta merupakan masa untuk belajar giat agar bisa menguasai materi dengan baik. Bung Hatta menggemari berbagai macam tema buku mulai dari sastra hingga politik.

Kelak buku-buku tersebut dibawa oleh Bung Hatta ketika dia diasingkan ke Digul. Hampir mirip dengan Tan Malaka, Hatta kemana-mana juga membawa buku, bahkan hingga empat peti.

“Aku rela di penjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.” (Bung Hatta)

Bacalah Buku Agar Tak Mudah Terpapar Berita Hoax



Memiliki gawai merupakan hak setiap manusia. Selama memiliki dana yang cukup, sah-sah saja menggenggam gawai pintar di tangannya. Sumber dana tidak harus dari kantong sendiri, bsia berasal dari uang saku ayah ibu.

Keberadaan gawai memang memberikan berbagai dampak positif bagi kehidupan manusia. Dampak paling cepat yang bisa kita rasakan adalah kemudahan dalam berkomunikasi dan kemudahan berbagi informasi.

Sayangnya, kecepatan informasi yang datang berhamburan tak terkendali membuat kita susah untuk memilah, mana informasi yang berdasarkan fakta, mana informasi yang mengandung kebohongan (hoax).

Informasi bertebaran begitu saja memasuki grup whatsapp kita. Sedang asyik-asyiknya bercakap-cakap di whatsapp, seseorang kawan lain tiba-tiba membagikan informasi. Anehnya, informasi tersebut terasa janggal dan membuat kita mengernyitkan dahi.

Untuk mengetahui apakah informasi tersebut fakta atau hoax, silakan gunakan google untuk mencari kebenarannya. Cara ini masih cukup efektif agar kita tak mudah percaya hoax. Akan tetapi manakala google sudah tidak sanggup memberikan informasi lengkap mengenai kebenaran sebuah informasi, kita perlu perjuangan lebih lanjut yakni dengan rajin membaca buku.

Baca Buku untuk melawan hoax


Membaca buku merupakan proses mengunyah kata-kata sehingga kita akan mendapatkan pemahaman baru tentang sebuah informasi. Buku menjadi penangkal hoax terbaik karena biasanya sebuah buku dilengkapi dengan berbagai daftar pustaka.

Membiasakan membaca buku akan memberikan banyak manfaat bagi kita antara lain.

1. Terbiasa membaca kalimat utuh.
     Kebiasaan membaca kalimat dalam sebuah buku akan membuat kita secara alami mampu membedakan mana kalimat yang benar dan mana kalimat yang dibuat hanya dengan tujuan untuk menebar hoax. Silakan perhatikan berita-berita hoax yang muncul di grup whatsappmu, biasanya ditulis oleh pembuat hoax dengan tata bahasa yang menyedihkan. Hanya orang yang rajin membaca buku biasa mengetahui hal ini.

2. Mengajarkan kesabaran

Membaca buku memang membutuhkan kesabaran. Proses membaca buku tak secepat proses membaca artike-artikel di blog apalagi artikel-artikel berbau hoax yang dibagikan teman kita di whatsapp. Dengan membiasakan membaca buku, kita bisa membaca setiap informasi yang bersliweran dengan penuh kesabaran. Dampaknya kita bisa mencerna bahwa informasi hoax tersebut ternyata tidak masuk akal.


3. Bersikap hati-hati saat membaca tulisan

Tulisan di buku tentu sangat jauh berbeda dengan tulisan yang dibagi melalui grup whatsapp. Biasanya sebuah buku akan mengulas secara lengkap dan terperinci sebuah permasalahan, sementara informasi hoax hanya berisi sekilas info yang terkadang dilebih-lebihkan. Orang yang terbiasa membaca buku tak akan begitu saja percaya dengan tulisan yang singkat dan tidak sistematis. Ini menyebabkan dia tidak mudah percaya berita hoax.

Untuk itu, sebagai kaum terpelajar yang menanggung masa depan bangsa ini, berhati-hatilah dengan berita hoax, perbanyaklah membaca buku.

Pentingnya Membaca Buku Fiksi bagi Pelajar



Jika mengacu pada klasifikasi yang dibuat oleh Dewey, buku-buku di perpustakaan dikelompokkan menurut angka tertentu mulai dari 000 - 999. Kita mengenal pengelompokan tersebut dengan nama DDC (Dewey Decimal Classification). Klasifikasi tersebut untuk memudahkan pemustaka dalam proses temu kembali bahan pustaka (buku).

Selain klasifikasi tersebut, sudah jamak terdengar adanya pengelompokan buku menjadi lebih sederhana, hanya menjadi dua yaitu buku Fiksi dan nonfiksi. Fiksi berarti cerita rekaan. Buku fiksi berarti buku yang berisi tentang cerita rekaan. Sementara itu, buku nonfiksi berarti bukan buku fiksi, apapun jenisnya.

Sampai sekarang, di lingkungan perpustakaan, buku fiksi merupakan buku yang sangat sering dicari oleh pemustaka, dengan beragam alasan. Salah satu alasan tersebut adalah karena buku fiksi bisa menghibur kita. Memang benar buku fiksi bisa menjadi sarana penghibur kala kita sedang gundah, bisa juga sebagai pengisi waktu senggang, daripada tidak melakukan aktifitas apapun. Akan tetapi benarkah hanya itu manfaat penting dari membaca buku fiksi ? ternyata tidak.

Membaca buku fiksi sangat penting bagi generasi muda termasuk para pelajar. Ada beberapa manfaat membaca buku fiksi bagi para pelajar.

1.  Mendukung Pendidikan Karakter

Tokoh, merupakan salah satu unsur utama dalam cerita fiksi. Penggambaran tokoh protagonis yang begitu kuat oleh sang penulis cerita seringkali membuat kita terinspirasi untuk menirunya. Misalnya tokoh Mahesa Jenar dalam novel Nagasasra Sabuk Inten karya S.H. Mintardja. Selain titu, jalinan cerita yang dirangkai dengan sedemikian rupa, kerap membawa kita terhanyut kepada perasaan perasaan heroik, penuh semangat dan sebagainya. Jika kita rajin membaca fiksi, pelan tapi pasti karakter kita akan terbentuk.

2. Melatih Kesabaran

Membaca buku fiksi jauh berbeda dengan membaca percakapan melalui media sosial semacam Whatsapp atau facebook. Bahkan sama sekali berbeda dengan membaca berita di media online. Membaca buku fiksi mengharuskan kita untuk terus mengunyah kata demi kata agar kita bisa menangkap apa maksud sesungguhnya. Proses seperti ini cukup melatih kesabaran

3. Melatih Konsentrasi
Selain melatih kesabaran, membaca buku fiksi juga melatih konsentrasi. Untuk mengetahui dan menikmati karya fiksi kita perlu konsentrasi penuh saat membaca buku fiksi.

4. Mengembangkan daya imajinasi.

Imajinasi dalam era milenia seperti ini menjadi sesuatu yang sangat penting dimiliki. Membaca karya sastra fiksi bisa membuat daya imajinasimu menjadi semakin berkembang sehingga bisa menghasilkan kreativitas dalam kehidupan.

5. Membantumu menguasai kosakata

Menguasai kosakata dan mampu mempergunakannya dalam waktu yang tepat merupakan kemampuan yang wajib dimiliki para pelajar. Kemampuan itu akan sangat dibutuhkan dalam aktivitas sehari-hari dalam dunia pendidikan misalnya saat kalian berpidato, menyampaikan ide dan beragam aktivitas yang membutuhkan interaksi dengan orang lain.


Itulah lima manfaat pentingnya membaca fiksi. Jadi, segeralah cari buku-buku fiksi di perpustakaan.

sumber gambar : http://akucepatmembaca.com/15-manfaat-membaca-buku-dalam-kehidupan/